Tuesday, April 7, 2009

Love In The Time of Cholera - A Major Disappointment

Ok, gw bener2 bertanya-tanya.. Bagaimana sebuah film yang diadaptasi dari novel terkenal karangan penulis peraih Nobel, bisa jadi sangat sangat sangat mengecewakan??


Silakan sebut gw basi, tapi gw baru aja nonton film Love in The Time of Cholera yang diadaptasi dari novel berjudul sama hasil karya penulis Columbia peraih hadiah Nobel, Gabriel Garcia Marquez. Novelnya sih gw lumayan suka.

Intinya novel ini bercerita tentang seorang pemuda (Florentino) yang jatuh cinta sama seorang gadis (Fermina) dari kelas sosial yang jauh di atasnya, dan karena 'beda kasta' itu lah cinta mereka ditentang ayah sang gadis yang akhirnya memilih menikahkan anaknya dengan seorang dokter tampan (Dr. Urbino) yang lebih 'sederajat' dengan keluarga mereka. Florentino yang tetap nggak bisa melupakan cintanya terhadap Fermina memilih 'mengobati' sakit hatinya dengan berpetualang dari satu wanita ke wanita lain (sampai ratusan wanita!) sambil menunggu berharap suatu saat suami Fermina akan meninggal dunia dan dia bisa mendapatkan cintanya itu. Dan finally, setelah 53 tahun, 7 bulan, dan 7 hari dalam penantian, Dr. Urbino, suami Fermina (yang udah jd nenek2 =p) meninggal, dan Florentino dan Fermina akhirnya bisa bersama2.

Pathetic ya? Hehe. Emang. Sinting? Tentunya. Tapi dengan rangkaian kata2nya Marquez dan caranya membangun cerita, gw harus mengakui walaupun pathetic dan sinting tapi cerita ini sangat2 romantis.. How long would you wait for love kali yaaa intinya.. Desperately romantic lah..

Tapi begitu di adaptasi jadi film.. Wow.. It's almost laughable!

Pertama, kelihatan bahwa film ini berusaha banget untuk jadi seperti aslinya, termasuk ke urut-urutan ceritanya dan gaya hiperbola ala Marquez. Menurut gw ini blunder banget, karena gaya bahasa novel jelas ga sama dengan film.. Dan tugas film lah buat memvisualisasikan kata2 yang ada di novel kan, bukan justru terus menerus mengutip kata2 di novel untuk membangun cerita..

Kedua, gw tau meringkas alur cerita selama setengah abad dari hampir 350 halaman novel menjadi sekitar 2 jam saja bukan perkara gampang, tapi karena film ini dibuat sangat 'patuh' terhadap alur ceritanya, jadi terkesan kayak nonton ringkasan cerita doang.. Emosi penonton gak kebangun sama sekali.. Seperti dipaksa untuk sedih, terharu, dll, tapi gak ada landasan yang kuat buat merasa seperti itu.. (Reaksi gw saat tokohnya nangis atau sedih adalah "He??? Lebaaayyy.." Huehehehe)

Ketiga, akting pemain-pemain utamanya ga ok.. Terlebih Javier Bardem, aktor Spanyol yang memerankan tokoh Florentino Ariza.. Duh!!!

Keempat, lousy make ups!!! Sumpah yaaa make up tokoh2nya ketika mereka bertambah tua itu jelekkkk bangetttt.. Berasa nonton sinetron-sinetron dalam negeri yang suka maksain pemain muda jadi kakek2 atau nenek2..

Padahal sutradaranya (seharusnya) cukup ok lho, Mike Newell, British Director yang menggarap beberapa film di antaranya Four Weddings And A Funeral, Mona Lisa Smile, Donnie Brasco, dan Harry Potter And The Goblet of Fire. Bahkan skenario adaptasinya digarap sama Ronald Harwood, yang pernah meraih Oscar untuk skenario The Pianist!

Tapi kenapa oh kenapa filmnya jadi jelek beginiiii..?????

Satu2nya yang lumayan di film ini menurut gw adalah soundtracknya.. Hehehehe.. Coba dengerin Despedia yang dinyanyiin sama Shakira di sini. Terbukti lagu ini masuk nominasi Best Original Song - Motion Picture di Golden Globe 2008.

Udah ah.. cape juga ngoceh2 tentang betapa mengecewakannya film ini buat gw.. Semua ini murni pendapat gw aja loh.. Kalo ada yang setuju atau ga setuju ya silakan aja..

0 comments: